Todung Mulya Lubis, Sh (Advokat-Ketua Ikadin) saat diwawancara Gerard da Silva (Pemred Ombudsman Indonesia |
Rancangan Undang-Undang Advokat saat ini, kalau lolos dan menjadi UU Advokat yang baru menggantikan Undang-Undang No.18/2003 tentang Advokat.
Banyak pihak yang menyebut Todung Mulya Lubis, SH, advokat senior yang juga yang dikenal sebagai pejuang Hak Asasi Manusia, pejuang antikorupsi dan tokoh kesetraan nasional, sebagai tokoh yang memiliki ide awal atau pencetus perubahan terhadap Undang-Undang Advokat.
Apa saja pemikiran pendiri Yap Thiam Hien Award lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) 1974 ini? Berikut petikan wawancaranya bersama Gerard da Silva dan Riska Hariandja dari Majalah Ombudsman Indonesia beberapa waktu lalu di Jogjakarta.
Bagaimana pandangan Anda tentang adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) Advokat yang baru, yang kalau lolos akan menjandi pengganti Undang-Undang No. 18/2003 tentang Advokat ? Bukan kah terlalu cepat Undang-Undang ini diganti?
Ya sebetulnya 10 tahun memang waktu yang tidak lama. Tapi tidak sampai 10 tahun UU No. 18/ 2003 tentang Advokat sudah menimbulkan masalah. Banyak sekali yang merasa UU Advokat tersebut tidak bisa menjadi basis untuk pengembangan advokat maupun organisasi advokat ke depan.
Nah, memang idealnya dan saya termasuk orang yang pada awalnya mendukung single bar atau wadah tunggal. Tapi ternyata single bar tidak bisa dikelola dengan baik dan semangat monopolistik yang ada dalam single bar cenderung disalahgunakan.
Memang kalau organisasi itu single bar, pasti yang terjadi adalah monopoli. Kalau monopoli itu dikelola dengan baik, semua advokat merasa mendapat perlindungan dan semua advokat merasa diayomi.
Tetapi dalam perjalanannya monopoli itu disalahgunakan. Monopoli ini menjadi instrumen untuk mempertahankan kekuasaan monopolistik dari segelintir elit advokat dan tidak terlalu memikirkan kepentingan advokat secara keseluruhan. Dan inilah yang semakin lama menurut saya secara kasat mata sehingga terjadi perpecahan. Perpecahan itu akhirnya tidak bisa ditutup-tutupi. Pada awalnya mungkin masih ada usaha untuk mencari jalan keluar, tapi ternyata tidak ada jalan keluar, perpecahan menjadi terbuka.
Ini tidak bisa dibiarkan seperti itu. Tidak boleh ada advokat yang dikorbankan, tidak boleh ada advokat yang dijadikan warga negara kelas dua atau kelas tiga. Semua advokat punya hak dan kewajiban yang sama. Melihat bahwa UU advokat itu sudah disalahgunakan, saya termasuk orang yang berpendapat bahwa monopoli organisasi advokat sudah waktunya ditinggalkan.
Jadi menurut Anda sistem multi bar ini ideal untuk organisasi advokat?
Yang paling ideal untuk Indonesia, yang sangat pluralistik dari semua segi, apakah itu agama, apakah itu etnis, apakah itu suku bangsa atau apakah budaya. Itu juga harus menjadi dasar keberadaan dari advokat di Indonesia. Dengan kata lain, pluralisme dalam masyarakat kita adalah cermin kita, makanya advokat juga harus pluralistik. Kompetisi biasanya jauh lebih baik daripada monopoli. Oleh sebab itu, kita mulai menggugat monopoli, karena monopoli lebih banyak disalahgunakan.
Apakah RUU Advokat ini bisa menjadi solusi atas kemelut antar organisasi advokat seperti yang terjadi selama ini?
Saya yakin, UU Advokat yang baru adalah jalan keluar terhadap kemelut yang terjadi dalam dunia advokat, jalan keluar yang membawa kompetisi antara advokat dan semua organisasi advokat. Ke depan dan mudah-mudahan kompetisi ini akan menghasilkan advokat yang tahan banting, advokat yang siap untuk menjadi advokat yang tangguh. Inilah yang saya kira kita inginkan, dengan rancangan UU Advokat ini dan dengan demikian kita bisa memulai satu era baru di dalam kehidupan advokat Indonesia.
Bagaimana Anda melihat perkembangan pembahasan RUU ini di Dewan Perwakilan Rakyat?
Dan tentu harus saya akui, bahwa pada perkembangannya DPR juga melihat bahwa tidak hanya sistem single bar yang harus diganti dengan sistem multi bar, tetapi juga ada hal-hal yang lain, misalnya masalah penyumpahan advokat. Dulu melalui Pengadilan Tinggi, sekarang ini, bila UU Advokat ini disahkan dan mudah-mudahan itu jadi digoalkan, akan dilakukan oleh organisasi advokat dan bukan lagi oleh pengadilan tinggi.
Mengenai Dewan Advokat Nasional (DAN)? Tugas dan Fungsinya seperti apa?
Dewan Advokat Nasional adalah jalan tengah yang adil dan fair menurut saya, yang akan menjadi semacam payung organisasi, di mana akan ada anggota dewan advokat nasional yang akan merumuskan standarisasi pendidikan advokat, standarisasi pelaksanaan kode etik advokat, standarisasi ujian advokat. Bahwa nanti pendidikan, pelaksanaan kode etik atau ujian advokat dilakukan oleh masing-masing organisasi advokat, tetapi sudah ada standarisasinya.
Jadi tidak akan mungkin output dari pendidikan advokat berbeda dari satu organisasi ke organisasi yang lain karena sudah ada standarisasi. Tidak akan mungkin mereka yang ujian dihadapkan pada soal yang berbeda karena sudah ada standarisasi ujian. Jadi menurut saya, memang buat sebagian orang yang punya vested interest ingin monopolistik, dia tidak akan mau UU Advokat ini disahkan.
Anda yakin semua organisasi akan menerima UU Advokat yang baru kalau nanti jadi ketok palu?
Saya percaya kalau semua advokat sekarang ini atau organisasi advokat manapun, kalau mereka punya komitmen untuk membangun profesi advokat yang kompetitif, punya komitmen menyelesaikan kisruhnya advokat ini, mereka akan setuju untuk UU Advokat disahkan menjadi UU. Tapi kalau mereka mau memonopoli dan memanfaatkan monopolistik kewenangan mereka, mereka pasti tidak setuju. Jadi saya melihat pertarungan to be or not to be, ada atau tiada. Kita semua harus berjuang keras karena kalau tidak, advokat akan semakin dilanda kemelut.
Bagaimana peran Advokat sebagai penegak hukum?
Saya melihatnya begini. Penegakan hukum itu tidak bisa hanya dilakukan oleh hakim, penegakan hukum tidak bisa hanya dilakukan oleh jaksa, atau polisi, juga tidak oleh advokat. Masing-masing punya fungsi yang berbeda satu dengan yang lain. Hakim memutuskan berdasarkan fakta dan keyakinan bukti, jaksa membuktikan tuduhannya, polisi melaksanakan penyelidikan, advokat melakukan pembelaan hukum untuk kepentingan kliennya. Jadi ini semua adalah proses penegakan hukum yang terjadi. Saya tidak mau mengatakan karena tidak ada kewenangan yang sama antara advokat dengan polisi atau jaksa maka dia tidak disebut penegak hukum. Saya tetap melihat advokat tetap penegak hukum. (TIM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar