Sementara anaknya mengalami trauma, ibu sang korban mempertanyakan kinerja aparat yang dinilai lamban.
TP. Widowati, ibu dari anak korban kejahatan seksual sodomi di Jakarta International School (JIS), mengeluhkan anaknya yang hingga kini masih trauma dan tak mau pakai celana. ”Hingga sekarang anak saya tidak mau pakai celana, pantatnya bernanah, dia masih trauma. Saya malah dituduh yang bukan-bukan oleh bule-bule itu, dibilang mau cari duit, padahal saya hanya memperjuangkan keadilan bagi anak saya, saya sendiri yang keluar biaya ke rumah sakit, ke psikolog anak, dan tidak satu rupiah pun saya terima uang dari JIS,” ujarnya kepada wartawan Jumat, 23 Mei 2014 lalu di Jakarta.
Derita yang juga dialami Pipit bersama suami dan keluarganya ini, seakan tidak dirasakan oleh pihak kepolisian Polda Metro Jaya yang sampai saat ini belum juga menindak pihak JIS. Sementara publik masih mempertanyakan kesungguhan polisi dalam menangani kasus ini, karena terkesan seolah pihak JIS telah ”mengamankan” kasus ini berhenti pada pelaku saja.
Pipit berharap pada siapa saja dan lembaga apa saja yang mengurus kasus ini, agar bisa cepat tuntas dengan keadilan yang kokoh dan kejadian ini tidak terulang lagi pada Ibu-ibu lainnya. ”Mau siapa saja, mau Polda atau Mabes Polri yang usut kasus ini, saya ingin keadilan yang berlaku nyata,” ucapnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Pengacara O.C Kaligis mengatakan bahwa kliennya ingin kasus paedofil itu ditangani Mabes Polri. Keluarga menilai pengusutan di Polda Metro Jaya lamban. ”Ibu P tidak percaya di sini, maunya di Mabes,” kata Kaligis.
Menurut Kaligis, saat ini ada beberapa korban baru yang melaporkan kasus serupa ke Mabes Polri. ”Orang tua korban memilih ke Mabes Polri karena menganggap lebih mendapat kenyamanan dalam melapor. Beberapa korban baru yang melapor adalah warga negara asing,” ungkap Kaligis.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto, mengatakan hingga saat ini belum ada tesangka baru, dalam kasus kekerasan seks di JIS. Tersangka masih enam orang orang, yakni petugas kebersihan di sekolah yang berada di kawasan Pondok Indah itu. Lebih lanjut Rikwanto mengatakan dari 13 orang yang positif herpes belum ada yang naik statusnya menjadi tersangka.
”Saat ini penyidikan belum berkembang ke pihak JIS, dan memang ada laporan ke Bareskrim tentang korban baru di JIS. Kami akan tetap monitor, tetapi yang akan tangani Bareskrim. Kami akan fokus kerjakan tugas masing-masing,” ujar Rikwanto.
Pipit Trauma
Sebelumnya, Theresia Pipit mengeluhkan karena adanya pembiaran yang terjadi di sekolah yang ternyata tidak mengantongi izin tersebut, sehingga anaknya menjadi korban kekerasan seksual. ”Kenapa pihak JIS tidak bertanggung jawab, kan ada CCTV, kenapa ada pembiaran. Kenapa pemerintah membiarkan ada sekolah yang tak berizin,” keluh Pipit.
Selain itu Pipit dan pihak keluarga menyayangkan kasus kejahatan seksual hanya berhenti pada enam tersangka saja. ”Kenapa hanya berhenti pada enam tersangka, kenapa polisi tidak memeriksa pihak sekolah dan guru, pihak aparat seolah tidak peka. Anak saya kini menderita herpes, di mana tanggungjawab sekolah,” ujar Pipit menahan emosi dan tangisnya. Terlihat jelas Pipit trauma dan mengaku terancam. ”Saya trauma, dan menerima ancaman dari pihak-pihak tak dikenal, seperti dibuntuti,” imbuhnya.
Periksa Pajak JIS
Sementara itu Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi mengatakan Dirjen Pajak harus memeriksa JIS, karena selain tidak berizin maka ada dugaan tidak membayar pajak. ”Kita minta Dirjen Pajak untuk melakukan pemeriksaan, termasuk payung hukumnya, tolong diperiksa setoran pajaknya itu, apakah mengemplang pajak atau tidak,” tutur Uchok.
Dijelaskan Uchok, dugaan tindak pidana perpajakan di JIS bisa mencapai, Rp1,7 triliun pertahun, secara terang-terangan merugikan negara. ”Uang sekolah saja 23 ribu dolar per tahun per anak. Itu playgroup saja, belum uang pangkal dan lainnya. Ini belum termasuk TK dia aja ga punya ijin apalagi bayar pajak, kejahatan tindak pidana perpajakan, kami minta Dirjen Pajak menindak lanjuti masalah ini. Kalau dihitung mencapai Rp1,7 triliun pertahun. Pelaku tindak pidana korporasi, koorporasi juga harus dihukum, pasal 90 ayat 2,” tandasnya.
(A)S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar